Halaman

Dilema Bahasa SMS


SMS (Sort Messages Servis) merupakan sistem layanan komunikasi modern berbasis teks. Layanan komunikasi ini tersedia pada handphone (hp) yang kini beragam jenis dan kegunaannya.

Dalam posting artikel saya yang lalu (Ketidakseragaman Istilah di Media Massa Merusak Bahasa Indonesia) ada sebuah pernyataan yang berbunyi "Bahasa tulis di telepon selular (SMS, EMS, MMN, 3G), yang penggunanya di Indonesia mencapai 116 juta. Telepon selular luar biasa merusak bahasa Indonesia." serta komentar dari sobat Zippy yang berbunyi,
"Eh..ia, bener banget...
Sekarang banyak banget yg tidak menempatkan bahasa sebagaimana mesti'x...
Tapi kalo SMS gue rasa emang aneh kalo mengikuti kaidah bahasa yang benar, yakni menggunakan bahasa baku...
Rasa ganjil, heheh... "
Karena hal tersebutlah pada kesempatan kali ini saya ingin sekali membahasnya.

Menurut pernyataan pertama, angka pengguna layanan SMS mencapai 116 juta. Ini bukanlah angka yang kecil. Mengingat jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2009 menurut BPS adalah sebesar 231 juta jiwa (lihat sumber). Kalau dihitung secara matematika yakni dengan rumus : 119 juta / 231 juta x 100 % maka akan kita dapati hasil 51,52%. Sungguh angka yang menakjubkan, lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia menggunakan layanan ini setiap harinya. Dan tak dapat terbayangkan besarnya arus berkirim SMS setiap harinya lebih-lebih saat hari-hari khusus seperti idul fitri, natal dan sebagainya.

Ketika menulis SMS tak sedikit individu (termasuk saya) yang menggunakan bahasa non baku. Kita sering sekali menggunakan bahasa ringan pergaulan atau dengan singkatan-singkatan kata saja. Padahal dalam kaidah kebahasaan yang baik dan benar, penyingkatan kata pada bahasa tulis yang tidak sesuai dengan EYD saja sudah dianggap bahasa yang tidak benar meskipun alur tata kata-kata benar. Lantas apa yang menyebabkan banyak individu (termasuk saya) menulis yang dengan cara demikian?

Saya menemukan beberapa alasan untuk kondisi di atas yakni;
  1. Keterbatasan jumlah karakter yang tersedia.
  2. Menyita waktu karena mengetik menggunakan hp (dan semacamnya) lebih lama dibanding dengan komputer atau mesin tik. Apalagi harus menggunakan kata-kata utuh.
  3. Kebanyakan biaya layanan SMS lebih murah dibanding bicara langsung melalui telepon genggam. Apalagi berbeda operator.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah kondisi di atas tidak bisa ditanggulangi? Mungkin bisa namun sulit. Apalagi arus mobilitas dan kesibukan manusia yang semakin hari semakin meningkat. Tentunya manusia akan lebih senang beralih menggunakan teknologi yang lebih canggih, cepat, tepat dan praktis.

Beberapa saran yang saya rekomendasikan untuk kondisi di atas agar kedudukan bahasa nasional kita tetap kokoh adalah;
  1. Menurunkan tarif bicara lebih rendah dibandingkan tarif SMS. Dengan begini diharapkan masyarakat akan lebih tertarik berbicara langsung daripada menulis pesan.
  2. Lebih menggiatkan pengenalan bahasa Indonesia yang baik dan benar terutama kepada generasi muda tanpa melalaikan generasi di atasnya. Hal ini dilakukan sebagai tindakan preventif agar masyarakat terbiasa menggunakan bahasa Indonesia baik saat berkomunikasi.
  3. Mengadakan pelatihan dan kompetisi menulis agar kreativitas menulis kian meningkat dan sesuai dengan kaidah tata bahasa yang baik dan benar.
  4. Mengkampanyekan cinta bahasa nasional dan mengajak penulis-penulis yang ada untuk turut aktif menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam karya-karyanya.
Mungkin hanya itu saja yang dapat saya sampaikan kali ini. Yang jelas di sini saya hanya menginformasikan dan menyarankan saja namun segala keputusan dan kesimpulan saya kembalikan kepada pembaca yang terhormat. Namun apabila ada saran dan tambahan dari pembaca silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Saya akan sangat senang sekali menerimanya. Insya Allah apabila ada yang bagus, saya ikutkan di artikel ini. Terima kasih.

8 komentar:

  1. Wah, masalah yang ini memang bener-bener dilema Shid.
    Sisi negatif perkembangan teknologi, penggunaan bahasa jadi korban. Tapi pesan yang dikirim kan pribadi, jadi kayaknya bisa dimaklumi, selama masih normal dan ga aneh-aneh.
    Yang ganggu kalo penulisannya aneh-aneh. Huruf KAPITAL-kecil, angka, semua dicampur, ga nyaman bacanya. Bahasa aneh-aneh, itu yang masalah banget.

    BalasHapus
  2. bener juga tuch.
    tapi gag semua orang bisa kayak gtu..
    :D

    .semoga semua pihak akan menyadari dilema tersebut..Amin..
    :D

    BalasHapus
  3. hmm.. ada yang lebih murah dari sms..

    "chatting" hehehehe

    BalasHapus
  4. @Yak
    Masuk akal juga. Kebanyakan remaja menggunakan SMS sebagai "Sarana Mengapresiasikan Seni" sehingga bahasa yang dipergunakan adalah bahasa seni. :)(Tidak heran kalau aneh-aneh)

    @Tomi Utomo
    Itulah sebabnya. Namun perlu tanggapan juga dari pihak yang berwenang. Kalau saja mereka berkunjung ke sini.

    @AeArc
    Chatting memang murah tapi kalau hapnya zaman dulu?(seperti hp saya) sama saja bohong. :)

    BalasHapus
  5. Kalo menurunkan tarif telpon biar lebih murah dari sms aku "Setuju...!!" :D

    kalo dengan telpon kan maksud yang akan disampaikan akan lebih mengena...
    tapi kalo dengan sms, pegel juga kalo musti nulis kalimat panjang... apalagi yang diajak bisara gak juga paham... :))

    tapi kalo jadi tarif telpon lebih murah dari sms, bakalan gawat juga...
    kita akan kehilangan para jagoan penulis sms tercepat yang selama ini dibanggakan... =))
    ya mau gimana lagi...
    enakan nelpon dari pada pegel pegel nulis sms... =))

    tapi emang bener tuh...
    dengan nelpon, itu juga bisa sedikit membantu untuk memperbaiki tatanan bahasa yang kacau karena singkatan sms... :))

    semoga aja tarif nelpon bisa segera murah...
    lebih murah dari tarif sms... ;)

    BalasHapus
  6. setuju! sepakat juga sama yak... yang lebih dikenal dengan bahasa alay...

    orang-orang sampai bikin grup anti-alay...

    eh, tapi yang kebayang di ane sekarang klo nanti handphone nya udah canggih...

    jadi tetep sms lebih murah taoi bisa memindai apa yang kita ucapkan yang ingin dikirim agar diubah jadi teks...

    bisa gak ya...?

    BalasHapus
  7. Mungkin saja bisa. Tak terbayang pesatnya perkembangan teknologi saat ini.

    BalasHapus

TERIMA KASIH ATAS KOMENTARNYA.

Fufufafa

image by:  https://media.istockphoto.com/id Seorang pemuda tanggung berusia tiga puluh bermata sayu, kedua irisnya hampir beradu  senyumnya ...